Ikatan Dokter Indonesia (IDI) adalah organisasi profesi dokter yang memiliki sejarah panjang dan evolusi signifikan dalam perjalanan dunia kedokteran di Indonesia. Didirikan dengan tujuan menyatukan seluruh dokter di Indonesia, IDI telah tumbuh menjadi organisasi yang kuat dan berpengaruh, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Berikut adalah gambaran sejarah dan evolusi IDI dari pembentukan hingga era modern:
1. Masa Pra-Pembentukan (Awal Abad ke-20 – 1950)
- Vereniging van Indische Artsen (1911): Cikal bakal organisasi dokter di Indonesia bermula dari perhimpunan ini, dipimpin oleh dr. J.A. Kayadu.
- Vereniging van Indonesische Geneeskundige (VIG) (1926): Perhimpunan ini kemudian berubah nama menjadi VIG.
- Perkumpulan Dokter Indonesia (1948): Setelah masa pendudukan Jepang yang membubarkan VIG, lahir Perkumpulan Dokter Indonesia yang berfungsi sebagai organisasi perjuangan kemerdekaan.
- Semangat Persatuan: Dengan semangat persatuan dan kesatuan, Perkumpulan Dokter Indonesia dan VIG meleburkan diri.
2. Pembentukan IDI (24 Oktober 1950)
- Muktamar Dokter Warga Negara Indonesia: Pada tanggal 22-24 Oktober 1950, Kongres Dokter Indonesia pertama diadakan di Solo, Jawa Tengah. Kongres ini menghasilkan keputusan penting untuk mendirikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
- Pencatatan Resmi: Pada 24 Oktober 1950, Dr. R. Soeharto atas nama Pengurus IDI menghadap notaris R. Kadiman untuk mencatatkan pembentukan IDI. Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai hari ulang tahun IDI.
- Tujuan Awal: Tujuan utama pembentukan IDI adalah menyatukan seluruh dokter di Indonesia dalam satu wadah, memperjuangkan profesionalisme, serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dr. Sarwono Prawirohardjo terpilih sebagai Ketua Umum pertama.
3. Perkembangan Awal dan Pengakuan Internasional (1950-an – 1980-an)
- Penerbitan Majalah Kedokteran Indonesia (MKI) (1951): MKI menjadi majalah ilmiah resmi IDI, menunjukkan komitmen terhadap pengembangan ilmu pengetahuan kedokteran.
- Anggota World Medical Association (WMA) (1953): IDI diterima sebagai anggota WMA, menegaskan pengakuan internasional terhadap organisasi ini. Ini juga menjadikan IDI sebagai satu-satunya organisasi dokter Indonesia yang diakui WMA.
- Prakarsa Organisasi Regional: IDI turut memprakarsai berdirinya Confederation of Medical Association in Asia and Oceania (CMAAO) dan Medical Association of ASEAN (MASEAN), serta aktif menjadi anggota organisasi tersebut.
- Penerbitan Berita Ikatan Dokter Indonesia (BIDI) (1979): BIDI menjadi media komunikasi resmi IDI.
- Penyempurnaan AD/ART (1978-1980): IDI terus menyempurnakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) melalui muktamar-muktamar yang diselenggarakan.
4. Penguatan Struktur dan Peran (1980-an – 2000-an)
- Pembentukan Perhimpunan Dokter Spesialis (PDSp) dan Perhimpunan Dokter Seminat (PDSm) (1985): Melalui Muktamar Bandung, IDI menetapkan PDSp dan PDSm sebagai badan kelengkapan IDI yang bernaung di bawahnya, menunjukkan spesialisasi dan pengembangan ilmu kedokteran yang semakin kompleks.
- Penyusunan Standar Pelayanan Medis (1991): IDI pertama kalinya menyusun Standar Pelayanan Medis, menunjukkan komitmen pada kualitas praktik kedokteran.
- Pengesahan Hymne IDI (1991): Hymne IDI resmi disahkan, memperkuat identitas organisasi.
- Peran dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004: Undang-undang ini memperkuat posisi IDI sebagai satu-satunya organisasi profesi bagi dokter di seluruh wilayah Indonesia.
5. Era Modern dan Tantangan Kontemporer (2000-an – Sekarang)
- Peningkatan Kompetensi dan Etika: IDI terus berperan strategis dalam menjaga standar kompetensi dokter di Indonesia, memastikan dokter menjalankan praktik medis sesuai Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), serta menyelenggarakan program pendidikan berkelanjutan (P2KB) bagi para anggotanya.
- Mitra Pemerintah: IDI menjadi penghubung antara dokter dan masyarakat, serta antara dokter dan pemerintah, untuk menciptakan sinergi dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Organisasi ini aktif memberikan rekomendasi ilmiah kepada pemerintah, membantu penyusunan protokol kesehatan, dan mengedukasi masyarakat.
- Adaptasi Teknologi dan Globalisasi: IDI beradaptasi dengan perkembangan dunia kedokteran global, memanfaatkan teknologi dalam mendukung profesionalisme dokter (misalnya, program pelatihan berbasis digital dan webinar), serta terus meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran.
- Advokasi dan Perlindungan Profesi: IDI terus memperjuangkan hak-hak dokter, memberikan dukungan moral, advokasi, serta memperjuangkan keselamatan kerja para dokter, terutama di tengah berbagai tantangan kesehatan dan regulasi.
- Kontribusi Sosial dan Kemanusiaan: IDI secara aktif terlibat dalam berbagai misi kemanusiaan dan program pengabdian masyarakat, menunjukkan komitmennya terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia.
Kesimpulan:
Dari sebuah gagasan untuk menyatukan dokter pribumi di masa kolonial hingga menjadi organisasi profesi tunggal yang diakui secara nasional dan internasional, IDI telah mengalami evolusi yang luar biasa. Peran IDI terus berkembang dari sekadar wadah berkumpul menjadi pilar penting dalam menjaga mutu profesi kedokteran, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dan berkontribusi aktif dalam pembangunan kesehatan bangsa di era modern yang penuh tantangan. IDI tetap berkomitmen untuk menjadi “rumah besar” bagi para dokter Indonesia dan mitra strategis pemerintah dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat dan sejahtera.